Sabtu, 04 Juni 2011

Ahli Psikologi dan Teori nya


belajar psikologi pada Anna Freud (putri dari Sigmund Freud) di Vienna
Psycholoanalytic Institute selama kurun waktu tahun 1927-1933. Pada tahun 1933
Erikson pindah ke Denmark dan disana ia mendirikan pusat pelatihan psikoanalisa
(psychoanalytic training center). Pada tahun 1939 ia pindah ke Amerika serikat
dan menjadi warga negara tersebut, dimana ia sempat mengajar di beberapa
universitas terkenal seperti Harvard, Yale, dan University of California di Berkley.

Erik Erikson sangat dikenal dengan tulisan-tulisannya di bidang psikologi anak.
Berangkat dari teori tahap-tahap perkembangan psikoseksual dari Freud yang
lebih menekankan pada dorongan-dorongan seksual, Erikson mengembangkan
teori tersebut dengan menekankan pada aspek-aspek perkembangan sosial. Dia
mengembangkan teori yang disebut theory of Psychosocial Development (teori
perkembangan psikososial) dimana ia membagi tahap-tahap perkembangan
manusia menjadi delapan tahapan.

Beberapa buku yang pernah ditulis oleh Erikson dan mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat, diantaranya adalah: (1) Young Man Luther: A Study in Psychoanalysis and History (1958), (2) Insight and Responsibility (1964), dan Identity: Youth and Crisis (1968).
Burrhus F. Skinner (1904 - 1990)

Burrhus Frederic Skinner dilahirkan di sebuah kota kecil bernama Susquehanna,
Pennsylvania, pada tahun 1904 dan wafat pada tahun 1990 setelah terserang
penyakit leukemia. Skinner dibesarkan dalam keluarga sederhana, penuh disiplin
dan pekerja keras. Ayahnya adalah seorang jaksa dan ibunya seorang ibu rumah
tangga.

Skinner mendapat gelar Bachelor di Inggris dan berharap bahwa dirinya dapat
menjadi penulis. Semasa bersekolah memang ia sudah menulis untuk sekolahnya,
tetapi ia menempatkan dirinya sebagai outsider (orang luar), menjadi atheist, dan
sering mengkritik sekolahnya dan agama yang menjadi panutan sekolah tersebut.
Setelah lulus dari sekolah tersebut, ia pindah ke Greenwich Village di New York
City dan masih berharap untuk dapat menjadi penulis dan bekerja di sebuah surat
kabar.

Pada tahun 1931, Skinner menyelesaikan sekolahnya dan memperoleh gelar
sarjana psikologi dari Harvard University. Setahun kemudian ia juga memperoleh
gelar doktor (Ph.D) untuk bidang yang sama. Pada tahun 1945, ia menjadi ketua
fakultas psikologi di Indiana University dan tiga tahun kemudian ia pindah ke
Harvard dan mengajar di sana sepanjang karirnya. Meskipun Skinner tidak pernah
benar-benar menjadi penulis di surat kabar seperti yang diimpikannya, ia
merupakan salah satu psikolog yang paling banyak menerbitkan buku maupun
artikel tentang teori perilaku/tingkahlaku, reinforcement dan teori-teori belajar.

Skinner adalah salah satu psikolog yang tidak sependapat dengan Freud. Menurut
Skinner meneliti ketidaksadaran dan motif tersembunyi adalah suatu hal yang
percuma karena sesuatu yang bisa diteliti dan diselidiki hanya perilaku yang
tampak/terlihat. Oleh karena itu, ia juga tidak menerima konsep tentang self-
actualization dari Maslow dengan alasan hal tersebut merupakan suatu ide yang
abstrak belaka.

Skinner memfokuskan penelitian tentang perilaku dan menghabiskan karirnya
untuk mengembangkan teori tentang Reinforcement. Dia percaya bahwa
perkembangan kepribadian seseorang, atau perilaku yang terjadi adalah sebagai
akibat dari respond terhadap adanya kejadian eksternal. Dengan kata lain, kita
menjadi seperti apa yang kita inginkan karena mendapatkan reward dari apa
yang kita inginkan tersebut. Bagi Skinner hal yang paling penting untuk

membentuk kepribadian seseorang adalah melalui Reward & Punishment.
Pendapat ini tentu saja amat mengabaikan unsur-unsur seperti emosi, pikiran dan
kebebasan untuk memilih sehingga Skinner menerima banyak kritik.
Abraham Maslow (1908 - 1970)

Abraham Maslow dilahirkan di Brooklyn, New York, pada tahun 1908 dan wafat
pada tahun 1970 dalam usia 62 tahun. Maslow dibesarkan dalam keluarga Yahudi
dan merupakan anak tertua dari tujuh bersaudara. Masa muda Maslow berjalan
dengan tidak menyenangkan karena hubungannya yang buruk dengan kedua
orangtuanya. Semasa kanak-kanak dan remaja Maslow merasa bahwa dirinya
amat menderita dengan perlakuan orangtuanya, terutama ibunya.

Keluarga Maslow amat berharap bahwa ia dapat meraih sukses melalui dunia
pendidikan. Untuk menyenangkan kemauan ayahnya, Maslow sempat belajar di
bidang Hukum tetapi kemudian tidak dilanjutkannya. Ia akhirnya mengambil
bidang studi psikologi di University of Wisconsin, dimana ia memperoleh gelar
Bachelor tahun 1930, Master tahun 1931, dan Ph.D pada tahun 1934.

Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow
percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa
mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori
tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia
termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-
kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah
(bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Adapun
hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut:

Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Kebutuhan untuk dihargai
Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
Kebutuhan akan rasa aman dan
tentram
Kebutuhan fisiologis / dasar
Hirarki Kebutuhan Maslow
Eysenck (1916 - 1997)

Hans Jurgen Eysenck dilahirkan di Berlin, Jerman, pada tahun 1916. Kedua
orangtuanya adalah selebritis yang sangat berharap bahwa Eysenck kelak dapat
menjadi seorang aktor. Pada usia 2 tahun Eysenck terpaksa dibesarkan oleh
neneknya karena orangtuanya bercerai. Setelah tamat SMU Eysenck memutuskan
untuk melanjutkan sekolah di luar negeri karena ia merasa tidak senang dengan
Regim Nazi. Ia memang meninggalkan Jerman dan akhirnya menetap di Inggris,
dimana ia memperoleh gelar Ph.D. di bidang psikologi dari University of London.
Sejak saat itu ia telah menulis lebih dari 50 buku dan 600 artikel penelitian
dengan berbagai topik. Oleh sebab itu, oleh para pengkritiknya ia sering dianggap
sebagai seorang yang serba bisa dan ahli membuat teori (meskipun banyak juga
teori yang didukung oleh hasil penelitiannya). Eysenck adalah seorang ahli teori
biologi dan hal ini membuatnya terinspirasi untuk melakukan penelitian pada
komponen-komponen biologis dari kepribadian. Dia mengatakan bahwa
intelegensi merupakan sesuatu yang diturunkan sejak lahir. Ia juga

memperkenalkan konsep ekstroversi (introversi-ekstraversi) dan neurotisme
(neurotik-stabil) sebagai dua dimensi dasar kepribadian. Dia percaya bahwa
karakteristik kepribadian dapat diuraikan berdasarkan dua dimensi tersebut, yang
disebutnya dengan “Supertraits”.
Albert Bandura (1925 - )

Albert Bandura
dilahirkan pada tahun 1925 di Alberta, Canada. Dia memperoleh
gelar Master di bidang psikologi pada tahun 1951 dan setahun kemudian ia juga
meraih gelar doktor (Ph.D). Setahun setelah lulus, ia bekerja di Standford
University.

Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (Social Learning
Theory), salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada
komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Albert Bandura
menjabat sebagai ketua APA pada tahun 1974 dan pernah dianugerahi
penghargaan Distinguished Scientist Award pada tahun 1972.
Edited by : Mohamad Fakhri, http://fakhrimohamad.blogspot.com
Sumber : http://dwi_anugerah.blog.plasa.com/
. Read More..

Beda Psikolog dan Psikiater


Bedanya, psikiater dapat memberikan obat, sedangkan psikolog tidak.


Bagi awam, kedua profesi ini kerap membingungkan. Bukan cuma itu, tidak sedikit yang merasa malu atau segan berkonsultasi dengan psikiater karena takut anaknya dianggap kurang waras. "Ini jelas sebuah kekeliruan," ujar Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Sp.KJ. "Psikiater tidak hanya menangani masalah gangguan jiwa berat, tapi juga ringan. Anak kecanduan main game pun dapat berkonsultasi dengan psikiater," lanjutnya.


Sementara terhadap psikolog, justru dianggap hanya menangani masalah yang ringan-ringan saja. Padahal, psikolog juga dapat menangani masalah gangguan jiwa berat. Seperti dipaparkan DR. Rose Mini A. Prianto, M.Psi., beberapa psikolog juga ada yang bertugas di rumah sakit jiwa atau klinik pascatrauma. Psikolog bisa melihat seberapa berat gangguan pasien dan apa yang dapat dilakukan psikolog untuk mengatasinya. Bisa saja psikolog melakukan terapi perilaku atau membuat pasien lebih tenang menjalani kehidupannya. "Jadi, tidak benar jika psikolog hanya menangani masalah yang ringan-ringan saja," tandas psikolog yang akrab disapa dengan panggilan Romi ini.


APA SIH BEDANYA?


Memang, ada beberapa hal yang membedakan psikolog dan psikiater, sebagaimana dijelaskan Dadang di bawah ini:


"Mungkin inilah poin penting yang membedakan psikolog dan psikiater," tandas Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini. Maksudnya, dalam hal penanganan masalah dimana psikiater boleh memberikan terapi obat-obatan (farmakoterapi).

Dalam kesehatan mental, terang Dadang, yang terganggu tidak hanya psikososial penderita tapi juga biologisnya sehingga memerlukan penanganan obat-obatan. Contoh kasus, anak yang mogok sekolah dengan disertai gangguan psikosomatis seperti sakit perut, sakit kepala, mual, muntah, dan pusing-pusing. Psikosomatis merupakan kelainan atau gangguan pada fisik yang disebabkan faktor psikis seperti stres.

Nah, dalam kasus ini, anak tidak hanya memerlukan konseling untuk mengetahui penyebab mogok sekolahnya—apakah ada konflik dengan guru atau teman, dan sebagainya—tetapi juga pemberian obat-obatan khusus untuk menangani gangguan psikosomatisnya. "Obat sakit kepala, mual, muntal tidak dibutuhkan karena tidak efektif, yang mereka butuhkan obat-obatan psikiatri yang cocok dengan dosis tepat."

Penggunaan obat-obatan juga lazim digunakan untuk anak-anak yang mengalami kecanduan, tidak hanya narkotika atau rokok, lo, tapi juga kecanduan lainnya seperti kecanduan bermain game. "Jika bermain game-nya sudah berlebihan bahkan sampai mengganggu sekolahnya, maka anak memerlukan terapi obat-obatan."


Penanganan psikiatri di seluruh dunia, ungkap Dadang, dilakukan dengan empat cara yang disingkat BPSS, yaitu Biologic (obat-obatan), Psychologic (konsultasi), social (penanganan sosial), dan spiritual (agama). "Keempat-empatnya harus dijalankan secara terpadu." Dadang lantas mencontohkan kasus anak yang mengalami stres karena konflik dengan teman. Dia harus mendapatkan penanganan lewat konsultasi, apa yang dapat dilakukan untuk meredakan ketegangan yang dialami, lalu diberikan obat-obatan agar anak tidak kelewat cemas dengan permasalahan yang dialami.

Begitu pun sosialnya, dengan melihat penyebab stres si anak lalu mencoba mengatasinya, apa yang dapat dilakukan anak/orangtua/guru untuk mengatasi konflik anak, membekali anak mengatasi konfliknya sendiri, dan lain-lain. Agama juga penting dijalani agar anak merasa tenang, seperti mengajarkan berdoa, beribadah, berbuat baik sehingga dicintai Tuhan serta akan memiliki banyak teman, dan sebagainya.

Sementara soal farmakoterapi, apakah anak memerlukan penanganan obat-obatan atau tidak, hanya dokterlah yang tahu. Dokter akan melihat sejauh mana berat ringannya penyakit, juga efektivitas pemberian obat-obatan tersebut. "Sebab, ada gangguan seperti stres atau trauma yang tetap memerlukan penanganan obat-obatan. Jika tidak diobati, gangguan itu selalu muncul. Anak yang tidak stabil, misalnya, dia enggan membuka diri, diajak ngobrol enggak mau, sering mengamuk, dan lain-lain. Jadi, gangguan itu harus diatasi terlebih dahulu. Setelah kondisi anak stabil, barulah dia bisa diterapi perilaku atau konsultasi, dan lain-lain," terang Dadang.


SALING BEKERJA SAMA


Meski ada perbedaannya, namun Romi menyarankan orangtua agar jangan terlalu bingung untuk memilih antara psikolog dan psikiater. Sebab, pada dasarnya kedua profesi ini, baik psikolog atau psikiater, mendalami ilmi kejiwaan dan juga ilmu perkembangan anak. Psikolog pun banyak yang mendalami ilmu kedokteran. Jadi, sebagian besar masalah yang bisa diatasi psikolog, dapat dilakukan juga oleh psikiater. Toh, jika memerlukan bantuan penanganan ahli lain, psikolog tetap akan mereferensikan anak agar berkonsultasi lebih lanjut kepada psikiater. Demikian pula sebaliknya.


Bahkan, dalam penanganan kasus tertentu, kerja sama keduanya sangat diperlukan. Misal, anak yang mogok sekolah, dilihat dulu adakah gangguan fisik yang menyertai. Jika ada gangguan seperti anak kurang vitamin, gangguan pencernaan, gangguan kecemasan, maka penanganan dokter atau psikiater diperlukan. "Bisa saja anak tidak mau sekolah karena pikirannya tertekan sehingga membutuhkan obat penenang. Sebab, jika anak belum tenang, sulit sekali memberikan treatment kepada anak." Namun jika tidak ada masalah fisik, maka bisa saja psikolog menangani masalah tersebut sendiri.


Meski begitu, dalam hal-hal tertentu ada kekhususan bidang yang digarap psikolog, seperti menangani masalah pendidikan anak. Contoh, bagaimana mengukur kemampuan anak seperti IQ, juga cara melejitkan potensi anak secara maksimal. "Jadi, psikolog tidak hanya menangani anak bermasalah, tapi juga memaksimalkan potensi diri anak," tukas Romi. Selain itu, tambahnya, psikolog juga dapat menangani masalah-masalah ringan di rumah, semisal tentang aturan dan disiplin di rumah, anak sulit makan atau tidak bisa makan sendiri; juga masalah kemandirian seperti anak belum bisa buang air kecil sendiri, serta masalah perilaku buruk anak semisal mengumpat, meludah, dan lain-lain. "Masalah-masalah ini mungkin lebih tepat ditangani psikolog," katanya.


Nah, kini sudah tak bingung lagi kan?!



KAPAN BERKONSULTASI?


Tentunya, selama permasalahan anak dinilai ringan dan orangtua merasa mampu serta tahu teknik menanganinya, maka tak masalah bila orangtua berusaha mengatasinya sendiri. Apalagi saat ini banyak media yang dapat memperluas wawasan orangtua tentang penanganan dan pengasuhan anak. Ada majalah, tabloid, milis-milis, bahkan parenting center di televisi ataupun seminar-seminar. Banyak orangtua yang terbantu, bahkan berhasil melakukan penanganan sendiri. "Namun jika orangtua kesulitan atau tidak mampu, tak ada salahnya meminta bantuan para ahli, dalam hal ini psikolog dan psikiater," kata Romi.


Nah, masalah apa sajakah yang perlu bantuan psikolog atau psikiater? Berikut di antaranya:
A. Adanya penyimpangan perilaku, di antaranya:


1. Sering bolos sekolah, tidak mau sekolah, atau mogok sekolah.

2. Terlibat kenakalan anak atau remaja, bahkan anak sempat dituntut di pengadilan. Bisa mencuri, melakukan kekerasan pada anak lain, atau kenakalan yang dianggap berlebihan lainnya.

3. Kerap ditegur guru atau diskors karena kelakuan buruknya.

4. Kabur atau mencoba beberapa kali kabur dari rumah.

5. Selalu berbohong.

6. Melakukan hubungan seks.

7. Tertangkap basah merokok.

8. Sering kali mencuri atau menyembunyikan barang milik orang lain.

9. Kerap merusak barang orang lain.

10. Prestasinya jeblok sehingga tidak naik kelas.

11. Tidak disiplin. Sering melawan orangtua, guru, dan sosok yang memiliki otoritas tinggi lainnya.

12 Sering berkelahi.

13. Kecanduan bermain game.


B. Memperlihatkan gejala-gejala stres dengan berbagai penyebab, antara lain:


1. Sulit tidur, sering mengompol, menurunnya nafsu makan, gagap, sering sakit perut, kerap sakit kepala, dan mimpi buruk.

2. Perubahan mood, asalnya periang mendadak murung.

3. Marah, menangis, atau takut berlebihan, mengisolasi diri atau enggan bergaul, dan lain-lain.

4. Sulit berkonsentrasi, gangguan pemusatan perhatian, sering melamun, dan lain-lain.

5. Temperamental, mengalami gangguan emosi.


C. Menunjukkan gejala autisma, gangguan pemusatan perhatian, hiperaktif, dan lain-lain.

Gejala autisma sendiri di antaranya tidak ada kontak mata, gangguan bicara, gangguan motorik, gagal melakukan hubungan sosial, tidak peduli dengan orang lain, berjalan jinjit, dan lain-lain.


D. Mengalami gangguan dan keterlambatan perkembangan.

Terlambat bicara, terlambat berjalan, dan keterlambatan lainnya.
. Read More..