Jumat, 12 Agustus 2011

PSIKOLOGI KEPRIBADIAN


A. Perasaan



Kerap kali kita melihat orang tampak gembira atau sedih. Gembira atau sedih ini adalah pernyataan-pernyataan perasaan. Perasaan itu menyatakan sesuatu tentang keadaan jiwa pada suatu saat. Ada rasa “suka dan tidak suka”.

Rasa suka adalah rasa yang menyenangkan : enak, ketenangan, keindahan, lezat, kebahagiaan dan sebagainya. Rasa tidak suka adalah rasa yang tidak enak, tidak menyenangkan, dukacita, takut, khawatir, gelisah, kesedihan, kacau dan sebagainya.

Perasaan itu selalu bersifat perseorangan, selalu bersama-sama dengan gejala-gejala jiwa lainnya, seperti teringat sesuatu, frustasi, kecewa, bahagia dan lain lain. Perasaan biasanya menyatakan diri dengan tingkah laku dan dapat diselidiki dengan jalan ekstrospeksi dan introspeksi. Perasaan ada yang bersifat biologis dan rohaniyah. Perasaan biologis meliputi perasaan yang berhubungan dengan fungsi hidup jasmaniah (lapar, haus, letih, lesu dan lain-lain).

Perasaan rohaniyah meliputi ; perasaan intelek yang menyertai pekerjaan intelektual, perasaan estetis yang berhubungan dengan keindahan (termasuk hal-hal yang lucu), perasan etis yang berhubungan dengan perbuatan baik dan buruk, perasaan keagamaan yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa dimana kita ingat kepada Tuhan, perasan diri yang menyertai gambaran kita sendiri (positif dan negatif ; kompleks inferior/superior), perasaan sosial dalam hubungan kita dengan orang lain.



B. Prasangka



Prasangka adalah predisposisi untuk memberikan penilaian yang diskriminatif terhadap pribadi atau kelompok tertentu. Menurut analisis transaksional, hal ini terjadi karena cara hidup yang kita peroleh dari pengalaman sejak kecil atau masa lalu menjadikan kita tidak dapat melihat keadaan sebenarnya dengan jelas.

Kita mempunyai harapan-harapan tertentu tentang orang lain –seringkali harapan yang bersifat negatif--, karena perbedaan jenis kelamin, suku bangsa, agama atau perbedaan kelompok. Harapan-harapan demikian seringkali tidak diajarkan terus terang pada kita, tetapi diangkat dari pengamatan kita terhadap prasangka mereka yang berpengaruh pada masa kecil kita.

Ketika saya melakukan/memimpin sebuah pelatihan (Up-grading), seorang peserta wanita meminta waktu untuk berbicara dengan saya pada hari ke 2. Ia kelihatan sangat kikuk dan mengatakan kepada saya, bahwa ia tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Saya memberikan dorongan dan akhirnya ia mengatakan “saya merasa sangat malu ! ketika pertama kali anda masuk ruangan untuk memberikan materi, saya agak jengkel”. “Bayangkan, ketika saya memutuskan untuk ikut acara ini, saya akan dipimpin oleh seorang yang pemarah”, “akan tetapi saya merasa tertipu oleh prasangka saya, dan kini harus saya katakan kepada anda, bahwa anda adalah orang yang ramah dan suka humor dan materi yang anda berikan sangat berguna bagi saya”, “saya sangat malu karena waktu itu langsung mengira bahwa saya akan “ketakutan” dan tidak akan mendapatkan materi yang berguna, karena anda terlihat seperti seorang yang galak”.

Peserta wanita tersebut telah mempunyai prasangka yang bukan-bukan, tapi ia tidak bersikeras dengan prasangkanya, sehingga ia masih dapat berubah pandangan. Sayang sekali pada beberapa kasus, ada orang yang demikian kuat prasangkanya, sehingga tidak dapat mengubahnya, karena prasangka dapat mendistorsi persepsi kita tentang realita, maka prasangka merupakan hambatan yang besar dalam komunikasikita dengan orang lain. Menyadari prasangka kita sendiri biasanya sulit, karena kita selalu yakin akan kebenaran prasangka itu.

Adakalanya prasangka mampu membuat seseorang yang kurang percaya diri merasa lebih baik. Prasangka dapat membuat orang memandang rendah orang lain. Sesungguhnya hal demikian justru mempersulit upaya mengenali dan menghilangkan prasangka. Orang yang sangat dikuasai prasangka biasanya selalu merasa tidak aman dan bersifat kaku.

Mereka selalu mencoba mengatasi keraguan dan ketakutan mereka dengan merendahkan orang lain, melemparkan kesalahan pada orang lain, dan menganut faham yang dogmatis. Menyadari sifatnya tersebut, membuat kita tidak mudah marah terhadapnya. Orang yang demikian tidak akan menjadi baik bila dihadapi dengan sikap yang keras dan menuntut ; sebaiknya, mereka membutuhkan rasa aman dan tenang, sebelum mampu menghilangkan sikapnya yang kurang baik.



C. Delusi



Delusi merupakan keyakinan semu yang sesungguhnya tidak benar, dan tidak dapat dikoreksi dengan pikiran sehat. Terdapat perbedaan antara delusi dengan kekeliruan yang adakalanya kita lakukan dalam menanggapi fakta-fakta, karena delusi ditimbulkan oleh berbagai perasaan negatif. Timbul delusi bila perasaan yang kuat mewarnai persepsi kita tentang dunia, diri kita atau orang lain. Mungkin kita masih ingat bagaimana seseorang merasa bahwa orang-orang menilai dirinya secara negatif.

Delusi menyudutkan kita untuk melakukan tindakan yang mengacaukan situasi. Kita bertindak berdasarkan persepsi salah yang membuat kita membayangkan respons negatif dari orang lain, karena itu mungkin sekali kita justru mendapat reaksi seperti yang dibayangkan sehingga menguatkan rasa takut kita.



D. Atribusi



Kita semua mencoba memahami pengalaman-pengalaman kita, kemudian berupaya agar pengalaman-pengalaman tersebut bermakna, dan menafsirkannya. Atribusi, beberapa alasan yang kita gunakan untuk menerangkan pengalaman-pengalaman kita biasanya mengacu pada beberapa ciri khusus seseorang (dari kita sendiri dan orang lain) atau pada keadaan sekitarnya. Atribusi yang kita miliki membantu pembentukan khayalan kita yang terarah.

Tina mempunyai berat badan yang berlebihan. Ia takut orang tidak menyukainya, oleh karena itu ia menghindari pertemuan-pertemuan di masyarakat. Ia mengkambinghitamkan kegemukannya sebagai penyebab kesulitan-kesulitannya. Bila ia tidak mengurangi berat badannya, ia akan terus saja berkeyakinan bahwa semua masalah yang diambilnya dapat teratasi bila berat badannya turun.



E. Disonansi Kognitif



Adakalanya pemahaman kita terganggu, sehingga menyulitkan kita. Kita juga merasakan disonansi kognitif bila sikap dan tingkah laku kita tidak serasi. Disonansi kognitif terjadi bila kehidupan psikologis kita tidak harmonis.

Eman adalah seorang perokok berat, ketika bermunculan himbauan-himbauan tentang bahaya merokok bagi kesehatan, ia selalu mengatakan akan berhenti merokok. Tetapi kenyataannya tidak, dan ia tidak lagi berbicara tentang rencana menghentikan kebiasaan tersebut. Tampaknya ia tetap menikmati kebiasaan merokoknya. Suatu saat bila ia didesak tentang hal itu, iapun mengatakan bahwa ia sesungguhnya tahu dan harus berhenti merokok, tapi hidupnya kini sangat tertekan, sehingga ia tidakdapat berhenti merokok sekarang ini.

Ini menunjukkan bagaimana terjadinya disonansi kognitif. Keadaan tersebut bagi kita sesungguhnya tidak enak. Bila terjadi disonansi, ada sesuatu yang harus dilepas, atau ada ketidaksesuaian antara suatu keyakinan dengan keyakinan-keyakinan atau sikap yang penting. Bersikeras mempertahankan kedua-duanya, akan terasa sangat menyiksa. Pikiran Eman yang pertama adalah berhenti merokok, tetapi ia tidak sanggup melakukannya. Kemudian ia mengabaikan peringatan tentang kesehatan (menganggap bahwa peringatan tersebut bukan ditujukan kepadanya) dan ia dapat terus merokok dengan santai. Ketika ia diberitahu untuk memperhatikan peringatan-peringatan ini, ia meyakinkan dirinya bahwa nanti ia akan berhenti merokok, ia menggunakan beberapa cara disonansi kognitif untuk mengatakan hal itu.

Dua cara lain untuk menghadapi disonansi adalah dengan reaksi “anggur yang masam” dan “Jeruk yang manis”. Kita mencoba meyakinkan diri bahwa sebenarnya kita tidak menginginkan apa yang tidak dapat kita peroleh, atau bahwa kita menyenangi sesuatu yang tidak kita kehendaki tetapi kita tidak dapat melepaskannya. Kita juga dapat mengatasinya dengan mengusahakan persesuaian pendapat tentang keyakinan tertentu yang penting untuk memperkuat keyakinan kita yang kurang kokoh.



F. Gaya Interpersonal



Gaya interpersonal berkaitan dengan cara kita memperlakukan orang lain dan perlakuan orang lain terhadap diri kita sesuai dengan yang kita harapkan. Orang dewasa seperti halnya anak-anak, berbeda caranya berkomunikasi dengan orang lain. Ada orang yang hanya sedikit memberikan andil bagi orang lain, tetapi banyak sekali yang mengharapkan dari andil orang lain. Ada orang yang memanfaatkan kemarahan yang meluap-luap untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan atau membisu atau menarik diri bila keadaan dirasakannya tidak menyenangkan. Ada pula yang mencoba mempermainkan atau “memanfaatkan” orang lain dan adapula yang sangat menghargai orang lain dan memperlakukannya sebagaimana mereka ingin diperlakukan. Seperti halnya gaya moral, kita mengikuti suatu cara tertentu dalam menuju kematangan hubungan pergaulan.



G. Tahap Impulsif



Tina mempertimbangkan masalah-masalah moral hanya pada saat-saat ia menemui kesulitan. Tampaknya ia tidak mengerti bahwa orang membutuhkan peraturan-peraturan mengenai perilaku dalam kehidupan bersama. Baginya, suatu perbuatan yang tercela hanyalah perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, Tina hidup menurut impulsnya ; adakalanya ia mabuk-mabukan dan termasuk orang yang “bermurah hati” dalam kehidupan seksual.

Bila mengalami frustasi atau marah, Tina suka mengamuk. Ia memandang orang lain sebagai sumber masukan, dan menilai diri mereka dari seberapa banyak bantuan orang tersebut kepadanya. Dalam pandangannya yang terpusat pada diri sendiri itu, ia mengabaikan perasaan dan keinginan orang lain. Bila masalah interpersonal menjadi terlalu sulit, ia akan dengan serta merta melarikan diri dari keadaan, tidak berusaha memperbaiki dan mencarikan solusi dari permasalahan yang muncul tapi bahkan mengakhiri suatu hubungan interpersonal.

Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia memandang tanggung jawab sebagai bebormal">Tina melewatkan sebagian besar waktunya untuk berfikir tentang apa yang ia inginkan dan apa yang dirasa ingin dilakukannya. Bila hal itu tidak menyenangkan, ia menjadi bosan dan berusaha mencari kesenangan. Ia
. Read More..

Rabu, 10 Agustus 2011

50 Mitos Terbesar Dalam Dunia Psikologi


Mitos : Penderita Schizophrenia memiliki Kepribadian Ganda

FAKTA : Dalam sebuah survey, 77% mahasiswa psikologi percaya kalau penderita schizophrenia adalah pemilik kepribadian ganda. Fim Me, Myself, and Irene yang diperankan Jim Carrey juga mengeksploitasi mitos ini. Ia didiagnosa menderita schizophrenia, padahal pada kenyataannya ia menderita kepribadian ganda. Pada kenyataannya, dua penyakit ini sangat berbeda. Penderita MPD memiliki dua atau lebih kepribadian dalam dirinya dalam satu waktu. Dan banyak ahli psikologi yang ragu kalau penyakit seperti ini benar-benar ada. Schizophrenia sebaliknya, memiliki fungsi psikologi yang terpisah-pisah, khususnya emosi dan berpikir. Bagi orang normal, apa yang kita rasakan dan pikirkan sekarang akan berhubungan erat dengan apa yang kita rasakan dan pikirkan beberapa saat lagi. Tapi bagi penderita Schizophrenia, pikiran dan emosi tersebut dapat berubah begitu cepat dan ekstrim. Kepribadiannya tetap sama, hanya saja emosi dan pikirannya yang tidak terprediksi. Akibatnya orang skizophrenia justru memiliki resiko rendah melakukan bunuh diri, mengalami depresi, ketakutan, penyalahgunaan narkoba, pengangguran dan tuna wisma.” Wajar saja, bila sekarang ia merasa begitu sedih beberapa saat lagi ia menjadi sangat senang. Bagi orang normal, sekarang ia merasa begitu sedih, beberapa saat lagi mungkin ia akan bunuh diri atau depresi. Seperti kata Irving Gottesman, “penyalahgunaan istilah schizophrenia dalam merujuk kebijakan luar negeri Amerika Serikat, pasar saham atau ketidak sesuaian sesuatu dengan harapan seseorang tidaklah sama dengan masalah kesehatan umum dan penderitaan dengan penyakit paling sulit dipahami dari pikiran manusia ini.



Mitos : Bulan Purnama Menyebabkan Kegilaan dan Kejahatan

FAKTA : Mitos ini sudah sangat purba. Ia berasal dari masa saat manusia belum memiliki lampu listrik. Akibatnya orang senang saat malam hari terang oleh purnama. Mereka lebih aktif daripada malam biasa yang gelap. Sekarang hal tersebut sudah tidak teramati lagi, karena setiap rumah memiliki listrik dan tidak terlalu banyak orang terlalu memperhatikan bulan. Legenda dari Yunani Kuno dan Abad Pertengahan mengatakan adanya manusia serigala, vampire, dan monster menyeramkan saat bulan purnama. Tapi beberapa pihak mengklaim kalau kebiasaan ini tertanam secara tidak sadar pada diri manusia. Tahun 1985, dua psikolog memeriksa semua bukti penelitian yang ada mengenai pengaruh bulan, dan tidak satupun ada bukti kalau bulan berpengaruh pada kejahatan, kecenderungan bunuh diri, masalah kejiwaan, jumlah orang yang masuk rumah sakit jiwa atau telpon darurat. Penelitian lebih modern juga membantah adanya hubungan antara bulan purnama dengan bunuh diri, orang yang masuk rumah sakit jiwa, orang yang masuk UGD, dan gigitan anjing.

Mitos : Banyak Kriminal Berhasil Membela Diri dengan Mengaku Gila

FAKTA : Setelah memberi pidato tanggal 30 maret, 1981, Presiden Ronald Reagan muncul dari hotel Washington Hilton. Beberapa detik kemudian, enam tembakan terdengar. Satu mengenai agen rahasia, satu polisi, satu sekretaris James Brady dan satu mengenai presiden sendiri. Sang penembak adalah pria berusia 26 tahun bernama John Hinckley, yang jatuh cinta dengan artis Jodie Foster dan yakin kalau dengan membunuh Presiden, Foster akan tergugah dan jatuh cinta padanya. Tahun 1982, saksi ahli psikologi berdebat mengenai apakah Hinckley bersalah atau tidak karena alasan gila. Akhirnya juri memutuskan kalau Hinckley gila. Keputusan juri memicu protes publik. Pooling ABC menunjukkan 76% rakyat tidak setuju dengan keputusan tersebut. Dan dari sini mulailah mitos kalau dengan alasan gila, banyak penjahat yang berhasil lolos dari penjara. Mitos ini semakin diperkuat oleh film-film action yang menunjukkan antagonis pura-pura gila untuk menghindari hukuman. Namun keyakinan ini sama sekali salah. Data menunjukkan kalau pengajuan alasan gila di pengadilan berada di bawah 1%. Dan dari semua pengajuan ini, hanya 25% saja yang diputuskan memang gila. Lebih parah lagi, orang yang dinyatakan gila di pengadilan akan dikirim ke rumah sakit jiwa dan disana mereka menghabiskan waktu rata-rata 3 tahun sebelum diputuskan apakah ia harus ditahan lebih lama atau dilepaskan. Akibatnya bagi orang normal yang berhasil mengaku gila, tinggal di rumah sakit jiwa bisa jadi hal yang lebih menyiksa dari di penjara. Di penjara ia punya waktu yang jelas untuk bebas dan tidak perlu berpura-pura, di rumah sakit jiwa tidak.

Mitos : Kita Hanya Menggunakan 10% Otak Kita

FAKTA : Otak bekerja secara totalitas sehingga tidak ada bagian otak yang tidak bekerja bagi orang yang normal. Mitos ini berasal dari psikolog William James satu abad yang lalu. Saat itu ia menulis kalau ia meragukan kalau rata-rata manusia mencapai sekitar 10% potensi intelektualnya. Dalam sebuah studi, saat ditanya “Sekitar berapa persen kekuatan otak potensial manusia yang menurut kamu dipakai sebagian besar orang?, ” sepertiga mahasiswa psikologi menjawab 10%. Dalam waktu lama, para motivator “berpikir positif” memperbesar mitos ini menjadi seolah sebuah fakta. Sebagai contoh, dalam buku How to be Twice as Smart, Scott Witt menulis “Jika kamu seperti orang kebanyakan, berarti kamu hanya memakai sepuluh persen kekuatan otakmu.” Selain itu terdapat juga daerah korteks diam yang menurut para ahli masa lalu tidak memiliki fungsi namun sekarang telah terbukti berperan penting untuk bahasa dan berpikir abstrak dan diganti namanya menjadi korteks asosiasi. Masyarakat awam juga mengambil pernyataan ilmuan kalau mereka belum mengetahui dengan pasti fungsi dari 90% bagian otak, lalu dijadikan seolah fakta bahwa 90% ini berarti tidak berfungsi. Akhirnya ada juga yang mengklaim kalau Albert Einstein yang bilang bahwa kecerdasannya hanya berasal dari 10% bagian otaknya. Walau begitu, tidak ada bukti kalau Einstein pernah mengatakan demikian.

Mitos : Lebih Baik Marah daripada Ditahan

FAKTA : Dalam sebuah survey, 66% mahasiswa percaya kalau lebih baik membiarkan marah itu lepas (katharsis) ketimbang menahannya, karena dapat mengganggu kesehatan. Film Anger Management tahun 2003 juga menyebarkan keyakinan ini dengan menyarankan seorang tokoh memukul bantal atau tas sebagai penyaluran kemarahan. Bahkan ada juga psikolog yang menyuruh kliennya berteriak atau melemparkan bola ke dinding saat mereka marah. Sayangnya, keyakinan ini sama sekali tidak didukung bukti ilmiah apapun kalau hal tersebut memang dapat meredakan agresi. Malahan hal tersebut justru akan meningkatkan agresi. Lebih jauh lagi, bermain sepakbola juga dapat meningkatkan agresivitas baik pemain maupun suporter.


Mitos : Penyebab utama masalah kejiwaan adalah Kepercayaan Diri yang Rendah

FAKTA : Mitos ini juga dimunculkan oleh para motivator berpikir positif. Sebuah buku, Self-Esteem Games, memuat 300 aktivitas untuk membantu anak merasa nyaman dengan dirinya sendiri, seperti mengulang-ulang afirmasi positif yang menekankan keunikan mereka. Walau demikian, penelitian menunjukkan kalau kepercayaan diri tidak berhubungan kuat dengan kesehatan mental yang lemah. Dalam penelitian komprehensif oleh Roy Baumeister et al yang meninjau lebih dari 15 ribu studi mengenai kepercayaan diri ke segala jenis variabel psikologi. Mereka menemukan kalau kepercayaan diri kecil sekali hubungannya dengan kesuksesan hubungan antar manusia, dan tidak berhubungan dengan pasti pada penyalahgunaan obat-obatan. Lebih jauh, mereka menemukan kalau kepercayaan diri berhubungan positif dengan prestasi di sekolah, tapi hubungan interaktif ini lebih condong pada prestasi di sekolah. Artinya, pengaruh prestasi sekolah dalam meningkatkan kepercayaan diri lebih kuat daripada pengaruh kepercayaan diri terhadap prestasi di sekolah. Fakta yang paling mengesankan adalah kepercayaan diri yang rendah tidak perlu dan tidak cukup untuk menyebabkan depresi.

Mitos: Ingatan Manusia bekerja Seperti Kamera Video

FAKTA : Sudah jelas hal ini adalah mitos. Terlalu sering anda atau orang lain disekitar anda lupa akan sesuatu. Tapi 36% orang percaya kalau otak dapat merekam pengalaman secara sempurna layaknya kamera video. Hal ini disebabkan terutama kalau seseorang lupa, ia mungkin tidak sadar kalau ia lupa. Pikirannya menjadi kreatif dan menambal ingatan yang hilang tersebut dengan ingatan lain yang entah dari peristiwa apa yang masih ia ingat. Ini menunjukkan kalau sifat ingatan bukanlah reproduktif (menyalin apa yang kita alami) tapi bersifat rekonstruktif (menambal ingatan). Para ilmuan bahkan mampu membuat subjek penelitiannya percaya sepenuh hatinya kalau sebuah kejadian fiktif yang dibuat ilmuan, benar-benar terjadi.

Mitos : Hipnotis adalah Kondisi Khusus yang berbeda dari kondisi sadar

FAKTA : Keyakinan ini muncul dari film dan dunia hiburan. Tapi penelitian menunjukkan orang yang dihipnotis dapat menolak dan bahkan menentang sugesti penghipnotis terutama dalam melakukan hal-hal yang berlawanan dengan prinsipnya seperti menyakiti orang yang mereka tidak sukai. Orang yang terhipnotis sepenuhnya dalam kondisi sadar. Pindai otak juga tidak menunjukkan adanya pola khusus di otak orang yang dihipnotis. Para ilmuan mampu membuat orang melakukan apa yang dilakukan oleh orang yang dihipnotis tanpa melakukan hipnotis. Dengan kata lain, hipnotis semata merupakan sebuah prosedur diantara banyak prosedur untuk meningkatkan respon seseorang pada sugesti.

Mitos : Alat Pendeteksi Kebohongan (Poligraf) adalah Alat yang Akurat

FAKTA : Poligraf ditemukan tahun 1920an oleh psikologi William Moulton Marston. Alat ini pada dasarnya alat pengukur tekanan darah sistolik, karena ia percaya kalau saat orang berbohong, tekanan darah sistoliknya meningkat. Mesin ini kemudian disempurnakan dengan menambahkan pengukuran konduktansi kulit dan pernapasan. Selain hal ini belum tentu berhubungan, grafik poligraf yang dihasilkan sulit untuk dianalisa hingga sekarang. Ambil contoh, orang yang jujur tapi berkeringat banyak, dapat disalah sangka sedang berbohong. Belum lagi tidak adanya bukti kalau efek Pinokio (reaksi emosi atau fisiologi yang hanya terjadi saat seseorang berbohong) itu ada. Satu-satunya yang bisa ditunjukkan poligraf saat seseorang memakainya adalah bukti bahwa orang tersebut tegang atau tidak. Dengan kata lain, poligraf bukanlah alat pendeteksi kebohongan tapi alat pendeteksi ketegangan. Bagi para penjahat berdarah dingin dan psikopat, mereka dapat lolos dengan mudah lewat alat deteksi kebohongan ini. Dan sudah banyak orang yang tidak bersalah dihukum gara-gara mesin poligraf.

Mitos : Dua Hal yang Berlawanan Saling Tarik Menarik

FAKTA : Maksud dari mitos ini adalah, dua orang yang memiliki hal yang bertentangan, dapat tertarik satu sama lain. Hal yang bertentangan ini bisa saja kepribadian, keyakinan dan penampilan. Film banyak mengeksploitasi ini. Cinta antara Putri dan Si Buruk Rupa, Cinta antara Ateis dan Pendeta, Percintaan antara jenderal jahat dan peri baik hati. Hal ini diperkuat lagi oleh pendapat Harville Hendrix, Ph.D. kalau hanya mereka yang berlawanan yang dapat saling tertarik. Sebaliknya, penelitian membuktikan Hendrix sepenuhnya salah. Lusinan bukti menunjukkan orang yang sama sifatnya lah yang lebih mungkin berpasangan. Kutu buku dengan kutu buku, anak punk dengan anak emo, anggota grop facebook dengan anggota grup yang sama, dsb. Jauh lebih banyak orang yang tertarik dengan sesama sifat daripada yang berlawanan sifat. Survey juga menunjukkan kalau kesamaan sifat ini penting bagi keharmonisan keluarga. Gampangnya seperti ini, semakin sesuai pendapat seorang tokoh politik dengan pendapat kita, semakin besar kemungkinan kalau kita menyukai tokoh tersebut.


Sumber :
1. Faktailmiah.com
2. Scott O. Lilienfeld, Steven Jay Lynn, John Ruscio, dan Barry L. Beyerstein.50 Great Myths of Popular Psychology: Shattering Widespread Misconceptions About Human Nature. Wiley-Blackwell, 2009.
. Read More..

Sabtu, 04 Juni 2011

Ahli Psikologi dan Teori nya


belajar psikologi pada Anna Freud (putri dari Sigmund Freud) di Vienna
Psycholoanalytic Institute selama kurun waktu tahun 1927-1933. Pada tahun 1933
Erikson pindah ke Denmark dan disana ia mendirikan pusat pelatihan psikoanalisa
(psychoanalytic training center). Pada tahun 1939 ia pindah ke Amerika serikat
dan menjadi warga negara tersebut, dimana ia sempat mengajar di beberapa
universitas terkenal seperti Harvard, Yale, dan University of California di Berkley.

Erik Erikson sangat dikenal dengan tulisan-tulisannya di bidang psikologi anak.
Berangkat dari teori tahap-tahap perkembangan psikoseksual dari Freud yang
lebih menekankan pada dorongan-dorongan seksual, Erikson mengembangkan
teori tersebut dengan menekankan pada aspek-aspek perkembangan sosial. Dia
mengembangkan teori yang disebut theory of Psychosocial Development (teori
perkembangan psikososial) dimana ia membagi tahap-tahap perkembangan
manusia menjadi delapan tahapan.

Beberapa buku yang pernah ditulis oleh Erikson dan mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat, diantaranya adalah: (1) Young Man Luther: A Study in Psychoanalysis and History (1958), (2) Insight and Responsibility (1964), dan Identity: Youth and Crisis (1968).
Burrhus F. Skinner (1904 - 1990)

Burrhus Frederic Skinner dilahirkan di sebuah kota kecil bernama Susquehanna,
Pennsylvania, pada tahun 1904 dan wafat pada tahun 1990 setelah terserang
penyakit leukemia. Skinner dibesarkan dalam keluarga sederhana, penuh disiplin
dan pekerja keras. Ayahnya adalah seorang jaksa dan ibunya seorang ibu rumah
tangga.

Skinner mendapat gelar Bachelor di Inggris dan berharap bahwa dirinya dapat
menjadi penulis. Semasa bersekolah memang ia sudah menulis untuk sekolahnya,
tetapi ia menempatkan dirinya sebagai outsider (orang luar), menjadi atheist, dan
sering mengkritik sekolahnya dan agama yang menjadi panutan sekolah tersebut.
Setelah lulus dari sekolah tersebut, ia pindah ke Greenwich Village di New York
City dan masih berharap untuk dapat menjadi penulis dan bekerja di sebuah surat
kabar.

Pada tahun 1931, Skinner menyelesaikan sekolahnya dan memperoleh gelar
sarjana psikologi dari Harvard University. Setahun kemudian ia juga memperoleh
gelar doktor (Ph.D) untuk bidang yang sama. Pada tahun 1945, ia menjadi ketua
fakultas psikologi di Indiana University dan tiga tahun kemudian ia pindah ke
Harvard dan mengajar di sana sepanjang karirnya. Meskipun Skinner tidak pernah
benar-benar menjadi penulis di surat kabar seperti yang diimpikannya, ia
merupakan salah satu psikolog yang paling banyak menerbitkan buku maupun
artikel tentang teori perilaku/tingkahlaku, reinforcement dan teori-teori belajar.

Skinner adalah salah satu psikolog yang tidak sependapat dengan Freud. Menurut
Skinner meneliti ketidaksadaran dan motif tersembunyi adalah suatu hal yang
percuma karena sesuatu yang bisa diteliti dan diselidiki hanya perilaku yang
tampak/terlihat. Oleh karena itu, ia juga tidak menerima konsep tentang self-
actualization dari Maslow dengan alasan hal tersebut merupakan suatu ide yang
abstrak belaka.

Skinner memfokuskan penelitian tentang perilaku dan menghabiskan karirnya
untuk mengembangkan teori tentang Reinforcement. Dia percaya bahwa
perkembangan kepribadian seseorang, atau perilaku yang terjadi adalah sebagai
akibat dari respond terhadap adanya kejadian eksternal. Dengan kata lain, kita
menjadi seperti apa yang kita inginkan karena mendapatkan reward dari apa
yang kita inginkan tersebut. Bagi Skinner hal yang paling penting untuk

membentuk kepribadian seseorang adalah melalui Reward & Punishment.
Pendapat ini tentu saja amat mengabaikan unsur-unsur seperti emosi, pikiran dan
kebebasan untuk memilih sehingga Skinner menerima banyak kritik.
Abraham Maslow (1908 - 1970)

Abraham Maslow dilahirkan di Brooklyn, New York, pada tahun 1908 dan wafat
pada tahun 1970 dalam usia 62 tahun. Maslow dibesarkan dalam keluarga Yahudi
dan merupakan anak tertua dari tujuh bersaudara. Masa muda Maslow berjalan
dengan tidak menyenangkan karena hubungannya yang buruk dengan kedua
orangtuanya. Semasa kanak-kanak dan remaja Maslow merasa bahwa dirinya
amat menderita dengan perlakuan orangtuanya, terutama ibunya.

Keluarga Maslow amat berharap bahwa ia dapat meraih sukses melalui dunia
pendidikan. Untuk menyenangkan kemauan ayahnya, Maslow sempat belajar di
bidang Hukum tetapi kemudian tidak dilanjutkannya. Ia akhirnya mengambil
bidang studi psikologi di University of Wisconsin, dimana ia memperoleh gelar
Bachelor tahun 1930, Master tahun 1931, dan Ph.D pada tahun 1934.

Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow
percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa
mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori
tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia
termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-
kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah
(bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Adapun
hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut:

Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Kebutuhan untuk dihargai
Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
Kebutuhan akan rasa aman dan
tentram
Kebutuhan fisiologis / dasar
Hirarki Kebutuhan Maslow
Eysenck (1916 - 1997)

Hans Jurgen Eysenck dilahirkan di Berlin, Jerman, pada tahun 1916. Kedua
orangtuanya adalah selebritis yang sangat berharap bahwa Eysenck kelak dapat
menjadi seorang aktor. Pada usia 2 tahun Eysenck terpaksa dibesarkan oleh
neneknya karena orangtuanya bercerai. Setelah tamat SMU Eysenck memutuskan
untuk melanjutkan sekolah di luar negeri karena ia merasa tidak senang dengan
Regim Nazi. Ia memang meninggalkan Jerman dan akhirnya menetap di Inggris,
dimana ia memperoleh gelar Ph.D. di bidang psikologi dari University of London.
Sejak saat itu ia telah menulis lebih dari 50 buku dan 600 artikel penelitian
dengan berbagai topik. Oleh sebab itu, oleh para pengkritiknya ia sering dianggap
sebagai seorang yang serba bisa dan ahli membuat teori (meskipun banyak juga
teori yang didukung oleh hasil penelitiannya). Eysenck adalah seorang ahli teori
biologi dan hal ini membuatnya terinspirasi untuk melakukan penelitian pada
komponen-komponen biologis dari kepribadian. Dia mengatakan bahwa
intelegensi merupakan sesuatu yang diturunkan sejak lahir. Ia juga

memperkenalkan konsep ekstroversi (introversi-ekstraversi) dan neurotisme
(neurotik-stabil) sebagai dua dimensi dasar kepribadian. Dia percaya bahwa
karakteristik kepribadian dapat diuraikan berdasarkan dua dimensi tersebut, yang
disebutnya dengan “Supertraits”.
Albert Bandura (1925 - )

Albert Bandura
dilahirkan pada tahun 1925 di Alberta, Canada. Dia memperoleh
gelar Master di bidang psikologi pada tahun 1951 dan setahun kemudian ia juga
meraih gelar doktor (Ph.D). Setahun setelah lulus, ia bekerja di Standford
University.

Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (Social Learning
Theory), salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada
komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Albert Bandura
menjabat sebagai ketua APA pada tahun 1974 dan pernah dianugerahi
penghargaan Distinguished Scientist Award pada tahun 1972.
Edited by : Mohamad Fakhri, http://fakhrimohamad.blogspot.com
Sumber : http://dwi_anugerah.blog.plasa.com/
. Read More..

Beda Psikolog dan Psikiater


Bedanya, psikiater dapat memberikan obat, sedangkan psikolog tidak.


Bagi awam, kedua profesi ini kerap membingungkan. Bukan cuma itu, tidak sedikit yang merasa malu atau segan berkonsultasi dengan psikiater karena takut anaknya dianggap kurang waras. "Ini jelas sebuah kekeliruan," ujar Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Sp.KJ. "Psikiater tidak hanya menangani masalah gangguan jiwa berat, tapi juga ringan. Anak kecanduan main game pun dapat berkonsultasi dengan psikiater," lanjutnya.


Sementara terhadap psikolog, justru dianggap hanya menangani masalah yang ringan-ringan saja. Padahal, psikolog juga dapat menangani masalah gangguan jiwa berat. Seperti dipaparkan DR. Rose Mini A. Prianto, M.Psi., beberapa psikolog juga ada yang bertugas di rumah sakit jiwa atau klinik pascatrauma. Psikolog bisa melihat seberapa berat gangguan pasien dan apa yang dapat dilakukan psikolog untuk mengatasinya. Bisa saja psikolog melakukan terapi perilaku atau membuat pasien lebih tenang menjalani kehidupannya. "Jadi, tidak benar jika psikolog hanya menangani masalah yang ringan-ringan saja," tandas psikolog yang akrab disapa dengan panggilan Romi ini.


APA SIH BEDANYA?


Memang, ada beberapa hal yang membedakan psikolog dan psikiater, sebagaimana dijelaskan Dadang di bawah ini:


"Mungkin inilah poin penting yang membedakan psikolog dan psikiater," tandas Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini. Maksudnya, dalam hal penanganan masalah dimana psikiater boleh memberikan terapi obat-obatan (farmakoterapi).

Dalam kesehatan mental, terang Dadang, yang terganggu tidak hanya psikososial penderita tapi juga biologisnya sehingga memerlukan penanganan obat-obatan. Contoh kasus, anak yang mogok sekolah dengan disertai gangguan psikosomatis seperti sakit perut, sakit kepala, mual, muntah, dan pusing-pusing. Psikosomatis merupakan kelainan atau gangguan pada fisik yang disebabkan faktor psikis seperti stres.

Nah, dalam kasus ini, anak tidak hanya memerlukan konseling untuk mengetahui penyebab mogok sekolahnya—apakah ada konflik dengan guru atau teman, dan sebagainya—tetapi juga pemberian obat-obatan khusus untuk menangani gangguan psikosomatisnya. "Obat sakit kepala, mual, muntal tidak dibutuhkan karena tidak efektif, yang mereka butuhkan obat-obatan psikiatri yang cocok dengan dosis tepat."

Penggunaan obat-obatan juga lazim digunakan untuk anak-anak yang mengalami kecanduan, tidak hanya narkotika atau rokok, lo, tapi juga kecanduan lainnya seperti kecanduan bermain game. "Jika bermain game-nya sudah berlebihan bahkan sampai mengganggu sekolahnya, maka anak memerlukan terapi obat-obatan."


Penanganan psikiatri di seluruh dunia, ungkap Dadang, dilakukan dengan empat cara yang disingkat BPSS, yaitu Biologic (obat-obatan), Psychologic (konsultasi), social (penanganan sosial), dan spiritual (agama). "Keempat-empatnya harus dijalankan secara terpadu." Dadang lantas mencontohkan kasus anak yang mengalami stres karena konflik dengan teman. Dia harus mendapatkan penanganan lewat konsultasi, apa yang dapat dilakukan untuk meredakan ketegangan yang dialami, lalu diberikan obat-obatan agar anak tidak kelewat cemas dengan permasalahan yang dialami.

Begitu pun sosialnya, dengan melihat penyebab stres si anak lalu mencoba mengatasinya, apa yang dapat dilakukan anak/orangtua/guru untuk mengatasi konflik anak, membekali anak mengatasi konfliknya sendiri, dan lain-lain. Agama juga penting dijalani agar anak merasa tenang, seperti mengajarkan berdoa, beribadah, berbuat baik sehingga dicintai Tuhan serta akan memiliki banyak teman, dan sebagainya.

Sementara soal farmakoterapi, apakah anak memerlukan penanganan obat-obatan atau tidak, hanya dokterlah yang tahu. Dokter akan melihat sejauh mana berat ringannya penyakit, juga efektivitas pemberian obat-obatan tersebut. "Sebab, ada gangguan seperti stres atau trauma yang tetap memerlukan penanganan obat-obatan. Jika tidak diobati, gangguan itu selalu muncul. Anak yang tidak stabil, misalnya, dia enggan membuka diri, diajak ngobrol enggak mau, sering mengamuk, dan lain-lain. Jadi, gangguan itu harus diatasi terlebih dahulu. Setelah kondisi anak stabil, barulah dia bisa diterapi perilaku atau konsultasi, dan lain-lain," terang Dadang.


SALING BEKERJA SAMA


Meski ada perbedaannya, namun Romi menyarankan orangtua agar jangan terlalu bingung untuk memilih antara psikolog dan psikiater. Sebab, pada dasarnya kedua profesi ini, baik psikolog atau psikiater, mendalami ilmi kejiwaan dan juga ilmu perkembangan anak. Psikolog pun banyak yang mendalami ilmu kedokteran. Jadi, sebagian besar masalah yang bisa diatasi psikolog, dapat dilakukan juga oleh psikiater. Toh, jika memerlukan bantuan penanganan ahli lain, psikolog tetap akan mereferensikan anak agar berkonsultasi lebih lanjut kepada psikiater. Demikian pula sebaliknya.


Bahkan, dalam penanganan kasus tertentu, kerja sama keduanya sangat diperlukan. Misal, anak yang mogok sekolah, dilihat dulu adakah gangguan fisik yang menyertai. Jika ada gangguan seperti anak kurang vitamin, gangguan pencernaan, gangguan kecemasan, maka penanganan dokter atau psikiater diperlukan. "Bisa saja anak tidak mau sekolah karena pikirannya tertekan sehingga membutuhkan obat penenang. Sebab, jika anak belum tenang, sulit sekali memberikan treatment kepada anak." Namun jika tidak ada masalah fisik, maka bisa saja psikolog menangani masalah tersebut sendiri.


Meski begitu, dalam hal-hal tertentu ada kekhususan bidang yang digarap psikolog, seperti menangani masalah pendidikan anak. Contoh, bagaimana mengukur kemampuan anak seperti IQ, juga cara melejitkan potensi anak secara maksimal. "Jadi, psikolog tidak hanya menangani anak bermasalah, tapi juga memaksimalkan potensi diri anak," tukas Romi. Selain itu, tambahnya, psikolog juga dapat menangani masalah-masalah ringan di rumah, semisal tentang aturan dan disiplin di rumah, anak sulit makan atau tidak bisa makan sendiri; juga masalah kemandirian seperti anak belum bisa buang air kecil sendiri, serta masalah perilaku buruk anak semisal mengumpat, meludah, dan lain-lain. "Masalah-masalah ini mungkin lebih tepat ditangani psikolog," katanya.


Nah, kini sudah tak bingung lagi kan?!



KAPAN BERKONSULTASI?


Tentunya, selama permasalahan anak dinilai ringan dan orangtua merasa mampu serta tahu teknik menanganinya, maka tak masalah bila orangtua berusaha mengatasinya sendiri. Apalagi saat ini banyak media yang dapat memperluas wawasan orangtua tentang penanganan dan pengasuhan anak. Ada majalah, tabloid, milis-milis, bahkan parenting center di televisi ataupun seminar-seminar. Banyak orangtua yang terbantu, bahkan berhasil melakukan penanganan sendiri. "Namun jika orangtua kesulitan atau tidak mampu, tak ada salahnya meminta bantuan para ahli, dalam hal ini psikolog dan psikiater," kata Romi.


Nah, masalah apa sajakah yang perlu bantuan psikolog atau psikiater? Berikut di antaranya:
A. Adanya penyimpangan perilaku, di antaranya:


1. Sering bolos sekolah, tidak mau sekolah, atau mogok sekolah.

2. Terlibat kenakalan anak atau remaja, bahkan anak sempat dituntut di pengadilan. Bisa mencuri, melakukan kekerasan pada anak lain, atau kenakalan yang dianggap berlebihan lainnya.

3. Kerap ditegur guru atau diskors karena kelakuan buruknya.

4. Kabur atau mencoba beberapa kali kabur dari rumah.

5. Selalu berbohong.

6. Melakukan hubungan seks.

7. Tertangkap basah merokok.

8. Sering kali mencuri atau menyembunyikan barang milik orang lain.

9. Kerap merusak barang orang lain.

10. Prestasinya jeblok sehingga tidak naik kelas.

11. Tidak disiplin. Sering melawan orangtua, guru, dan sosok yang memiliki otoritas tinggi lainnya.

12 Sering berkelahi.

13. Kecanduan bermain game.


B. Memperlihatkan gejala-gejala stres dengan berbagai penyebab, antara lain:


1. Sulit tidur, sering mengompol, menurunnya nafsu makan, gagap, sering sakit perut, kerap sakit kepala, dan mimpi buruk.

2. Perubahan mood, asalnya periang mendadak murung.

3. Marah, menangis, atau takut berlebihan, mengisolasi diri atau enggan bergaul, dan lain-lain.

4. Sulit berkonsentrasi, gangguan pemusatan perhatian, sering melamun, dan lain-lain.

5. Temperamental, mengalami gangguan emosi.


C. Menunjukkan gejala autisma, gangguan pemusatan perhatian, hiperaktif, dan lain-lain.

Gejala autisma sendiri di antaranya tidak ada kontak mata, gangguan bicara, gangguan motorik, gagal melakukan hubungan sosial, tidak peduli dengan orang lain, berjalan jinjit, dan lain-lain.


D. Mengalami gangguan dan keterlambatan perkembangan.

Terlambat bicara, terlambat berjalan, dan keterlambatan lainnya.
. Read More..

Senin, 30 Mei 2011

Slamet Iman Santoso (1907-2004) Bapak Psikologi Indonesia


Profesor emeritus Fakultas Psikologi UI yang meninggal dalam usia 97 tahun, Selasa 9 November 2004 dini hari pukul 00.30, ini tidak saja perintis dan pendiri Fakultas Psikologi Universitas Indonesia tetapi juga perintis studi psikologi di Indonesia. Patutlah dia digelari Bapak Psikologi Indonesia. Psikiater kelahiran Wonosobo, Jawa Tengah, 7 September 1907, ini juga ikut mendirikan beberapa universitas.

Pria yang senang berpakaian putih-putih ini dikenal jujur, jernih, tegas dan konsisten. Prinsip hidupnya tak pernah berubah sampai akhir hayatnya. Penerima Bintang Mahaputra Utama III (1973) ini, menurut puteranya Dr Oerip Setiono, meninggal setelah tiga tahun terakhir terbaring di rumah kediamannya, Jl Cimandiri 26, Jakarta Pusat. Jenazahnya dimakamkan di TPU Menteng Pulo setelah sebelumnya disemayamkan di aula FKUI Salemba, Jakarta.

Dia meninggalkan tujuh anak, 13 cucu dan delapan buyut. Isterinya, Suprapti Sutejo, sudah terlebih dahulu meninggal pada November 1983. Penerima penghargaan sebagai Tokoh Pendidikan Nasional dari IKIP Jakarta (UNJ) pada tahun 1978, ini selain sebagai perintis dan pendiri Fakultas Psikologi UI juga ikut mendirikan Universitas Andalas, Universitas Sriwijaya, Universitas Airlangga dan Universitas Hasanuddin.


Motivasi mantan Direktur Rumah Sakit Jiwa Gloegoer, Medan (1937-1938), ini merintis dan mendirikan fakultas psikologi, karena sebagai psikiater menemukan banyak masalah yang tidak bisa dipecahkan oleh psikiater. Dalam bidang profesi kedokteran, dia menerima penghargaan Wahidin Sodiro Hoesodo dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada tahun 1989. Sebagai seorang ahli psikologi, tahun 1961, dia memimpin sekitar lima puluh mahasiswa Fakultas Psikologi UI, mengunjungi penduduk yang terkena gusuran pembuatan Istana Olahraga Senayan dan dipindahkan ke daerah Tebet dan Penjaringan. Mereka berdialog dengan penduduk tergusur itu. Kunjungan ini, menjadi awal pogram mahasiswa turun ke lapangan (masyarakat).

Bidang studi psikologi pun makin menarik perhatian banyak orang. Masa-masa psikologi mengalami kesulitan (saat psikologi hanyalah sebuah jurusan dalam lingkungan FKUI), seperti sudah terlupakan. Saat itu, kata Slamet dalam pidato ketika menerima penghargaan bintang jasa Mahaputra Utama III (1973), dia merasa ibarat seorang yang sedang berdiri seorang diri di tepi pasir yang gersang tanpa pedoman untuk melintasinya sambil mengajak saudara-saudara mengembangkan disiplin ilmu yang baru ini.


Conny Semiawan, mantan rektor IKIP Jakarta yang juga murid dan sempat menjadi asisten Slamet Iman dalam menguji mahasiswa, mengenang Slamet sebagai orang yang sangat tertib, teliti dan juga memiliki wawasan yang sangat luas, selalu berfikir filosofis meskipun bukan ahli filsafat. Dalam menguji mahasiswa, Slamet selalu menegaskan jangan menanyakan apa yang kamu ketahui, tetapi usahakan untuk bertanya apa yang dipahami mahasiswa. Dengan demikian dialog akan terjadi dan mahasiswa dapat mengaktualisasikan dirinya.Menurut Conny Semiawan, Slamet adalah tokoh pendidikan yang berani.

Dia adalah orang pertama mengusulkan perlunya satu standar bagi semua jenjang pendidikan di Indonesia. Usul yang dia lontarkan sepanjang tahun 1979-1981 ini membuat heboh dunia pendidikan. Dia juga orang yang mengkritik keras minimnya gaji guru yang dia sebut dapat merusak dunia pendidikan. Dia membandingkan gaji guru jaman Belanda yang dua kali lipat daripada gaji dokter. Sehingga guru tak perlu mencari tambahan dan dunia pendidikan tidak dicampurbaurkan dengan bisnis.Dia juga mempunyai andil besar dalam merintis program penerimaan mahasiswa melalui UMPTN.


Ketika itu (1979-1980), Slamet menjadi Ketua Komisi Pembaruan Pendidikan Nasional (KPPN, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan). Saat itu terjadi booming lulusan SMA yang ingin masuk Perguruan Tinggi Negeri. Sebagai contoh, UI yang kapasitasnya sekitar 800 mahasiswa tapi jumlah pendaftar 4000 orang. Maka melalui komite yang diketuainya dibentuklah satu sistempenerimaan calon mahasiswa yang sejak 1979 sudah berlangsung dengan nama yang sekian kali berubah mulai dari Skalu, Proyek Perintis, Sipenmaru (Sistim Penerimaan Mahasiswa Baru) dan UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Pria yang dikenal terus terang dan sempat menjadi Penjabat Rektor UI, ini meskipun sudah mengakhiri jabatan sebagai Ketua Komisi Pembaruan Sistem Pendidikan, 1980, ia masih sempat mengurusi penerimaan calon mahasiswa pada tahun 1981.

Sudah sangat banyak tokoh pendidikan bekas murid Guru Besar Fakultas Kedokteran dan Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia (1950-1953) serta mantan Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini. Di antaranya, Conny Semiawan, Fuad Hassan, Sujudi, Wardiman Djojonegoro, Mahar Mardjono dan Saparinah Sadli. Para mantan mahasiswanya ini sangat menghormati dan mengagumi gurunya ini. Mereka mengenangnya sebagai guru yang sangat akrab dan suka menularkan pengalaman. Salah satu ucapannya dalam acara peringatan 100 tahun Albert Einstein di ruang Rektorat UI, 1979: ”Ciri orang pandai, hal yang ruwet bisa disederhanakan, sebaliknya orang bodoh akan meruwetkan soal sederhana.

” Mantan Anggota Dewan Pertimbangan Agung (1968-1973), ini juga penulis terkemuka. Dia sering menulis kolom di berbagai media dan juga menulis buku. Di antara bukunya yang terkenal adalah Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Sinar Hudaya, Jakarta (1977); The Social Background For Psychotheraphy in Indonesia; Psychiatry dan Masyarakat; Kesejahteraan Jiwa; School Health in the Community; Sekolah Sebagai Sumber Penyakit atau Sumber Kesehatan; Dasar Stadium Generale, Pendidikan Universitas Atas Dasar Teknik dan Keilmuwan, Dasar-dasar Pokok Pendidikan; dan Pendidikan Indonesia dari Masa ke Masa yang diterbitkan oleh CV Haji Masagung, Jakarta, 1987.


Sebagai dokter ahli penyakit saraf dan jiwa, dia memasang iklan menutup praktek untuk selamanya, 1 Januari 1979. Dia menyadari dirinya sudah tua. Dia pun mengaku sudah capek. Lahir TerbungkusPemberian namanya, Slamet Iman santoso, terkait dengan proses kelahirannya. Dia dilahirkan dalam keadaan terbungkus ari-ari. Ketika itu, semua penduduk desa heran dan membicarakannya. Dia dianggap sebagai bayi ajaib. Dipercaya bayi yang lahir terbungkus ari-ari itu kelak akan mempunyai kelebihan. Sangat jarang kelahiran bayi terbungkus.Saat bayi terbungkus itu lahir, orang-orang yang melihatnya heran dan bertanya: “Mana bayinya, mana bayinya?” Untunglah tidak semua penduduk desa panic terheran-heran.

Seorang tetangga, Nyonya Tambi, isteri seorang petani Indo, membantu membukakan bungkus ari-ari yang membungkusnya. Bayi itupun menangis dan lahir dengan selamat. Maka kata selamat (menjadi Slamet) dijadikan nama jabang bayi yang baru lahir itu. Dia memang terlahir dari keluarga berpendidikan pada zamannya. Ayahnya seorang Asisten Wedana Banjaran. Di bawah pengasuhan ayahnya, Slamet menikmati masa kecilnya dengan penanaman nilai-nilai keramahan, saling tolong-menolong dan gotong-royong. Dia pun berulangkali, kepada banyak orang, mengisahkan berbagai pengalaman masa kecil yang yang amat berkesan baginya. Salah satu pengalaman itu adalah ketika di suatu saat dia dan anak lain sedang sibuk mencari ucen-ucen, buah tanaman liar yang sangat manis dan biru warnanya.

Eh, tiba-tiba Slamet terpeleset, hampir masuk selokan irigasi. Namun dia beruntung, karena anjing Pak Lurah melompat antara Slamet dan tebing selokan tadi, sehingga dia tertolong. Dia dan kawan-kawanya menceriterakan peristiwa itu kepada Ayah-Ibu Slamet. Sang Ayah dengan spontan mengharuskannya memberi makan si Macan (nama anjing tadi Pak Lurah) itu. Masa kecil dan remaja anak sulung dari dua bersaudara ini sangat bahagia. Ia ikut kakeknya di Magelang, Jawa Tengah.

Saking nakalnya, dia dijuluki teman-temannya ‘setan alas’. ”Saya senang main ketapel, berburu anjing dan burung,” katanya, sebagaimana dikutip dalam Buku Apa dan Siapa Sejumlah Orang Indonesia 1985-1986. Bahkan mengaku sekali-kali mengganggu orang. Namun masa kecil dan remajanya diisi dengan mengecap pendidikan pada jaman kolonial Belanda di Magelang, mulai dari Europeesche Lagere School (ELS), Hollandsch Inlandsche School (HIS (1912-1920) dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO (1920-1923). Kemudian melanjut ke MAS-B, Yogyakarta (1923-1926); Indische Arts, Stovia (1926-1932); dan Geneeskunde School of Arts, Batavia Sentrum (1932-1934).

Dia pun terkesan sangat mengagungkan pendidikan masa kolonial Belanda itu. Walaupun dia menyadari kondisi pendidikan ketika itu sangat berbeda disbanding setelah Indonesia merdeka. Dia mengenang, pada zamannya bersekolah dulu, sangat diasakan betapa guru sangat begitu memperhatikan murid dan bersatu dengan orang tua murid. Hal yang sudah jarang terjadi saat ini. Masuknya Jepang, menurutnya, memberi andil atas awut-awutannya pendidikan di negeri ini.

Terasa sekali suasana pendidikan zaman Belanda yang terkesan akrabnya hubungan orang tua-murid-guru, tiba-tiba hilang lenyap, diganti dengan jaman pendidikan Jepang yang mulai awut-awutan. Ironisnya, kondisi ini terus berlangsung sampai sekarang. Dia memberi beberapa bukti. Di antaranya, sekarang ada guru yang mengasih tahu bahan ujian yang akan diuji kepada murid.AbumawasProfesor emeritus Fakultas Psikologi UI ini juga dikenal sebagi tokoh yang jahil dan sering dinilai aneh. Dia sendiri mengibaratkan diri sebagai Abunawas. Karena, menurutnya, Abunawas itu tokoh penuh akal. Jiwa Abunawas itu pun banyak menyemangati hidupnya.

Dalam buku, Apa dan Siapa Sejumlah Orang Indonesia 1985-1986, diceritakan sekali waktu dia melihat mobil seorang pejabat UI diparkir salah dengan posisi miring di halaman kampus UI. Ia mengambil kertas dan menulisnya dengan spidol: “Barangsiapa yang parkir mobil miring, otaknya juga miring”. Ketika Bung Karno menanyakan pendapatnya mengenai semboyan “Gantungkanlah cita-citamu setinggi langit”, Slamet dengan tenang menjawab “Nggak, malah saya gantungkan di cantelan baju. Kalau usang kan bisa diganti.

”Suatu ketika, dia menyatakan terheran-heran karena ada orang yang dipinjami buku, mengembalikan buku itu dengan utuh. “Baru sekarang saya temukan orang yang saya pinjami buku mengembalikannya dengan utuh,” katanya. Dia bilang, hanya orang bodoh yang meminjamkan buku kepada orang lain, dan orang yang mengembalikan buku pinjaman pun adalah orang gila.Hidupnya yang selalu ceria diwarnai canda memberi andil besar atas usianya yang lanjut (97 tahun). Padahal dia tak senang olah raga, termasuk olah raga pagi. Becanda, dia bilang: ”Pagi-pagi itu ‘kan hawanya segar. Kok dipakai buat berkeringat, lebih baik dipakai untuk tidur.” .
. Read More..

Minggu, 29 Mei 2011

Psikologi Eksperimen


Psikologi adalah ilmu yang memplejari tentang psikis seseorang. Psikis adalah keadaan jiwa yang bisa di pelajari melalui proses berfikir (kognisi ), emosi (afeksi ) dan perilaku ( konasi )

eksperimen adalah salah satu metode dalam ilmu pengetahuan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan sementara / hipotesis secara ilmiah. Perbedaan metode penelitian eksperimen dengan metode lain adalah adanya perlakuan atau manipulasi terhadap subjek penelitian

Psikologi eksperimen : salah satu cabang dari ilmu psikologi yang menitikberatkan pada penggunaan metode penelitian eksperimen dalam meneliti dan mengembangkan ilmu psikologi.

Metode penelitian adalah prosesp, prinsip dan prosedur yang di gunakan untuk mendekati problem dan mencari jawaban. Pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian.

Ciri ciri penelitian eksperimen : peneliti mengubah kondisi kondisi tertentu memnurut rencana yang di tentukan, adanya variabel bebas dan tergantung, adanya kesetaraan kelompok sebelum dan sesudah di berikan perlakuan, adanya kendali penuh pada peneliti untuk memberi perlakuan sehingga memenuhi syarat validitas dan realibilitas penelitian, adanya prosedur randomisasi atas subjek dan kelompok untuk menjamin kesempatan yang sama bagi semua anggota populasi.

Etika penelitian eksperimen : kebebasan bagi publik untuk dapat mengakses data hasil penelitian, menjaga kerahasiaan dan privasi subjek penelitian, mengirimkan hasil penelitian kepada subjek penelitian, memberikan hal subjek dan meminta persetjuan terlebih dahulu, memberitahukan secara jujur tentang prosedur yang telah di lakukan, memberikan terapi atau bantuan kepada subjek yang mengalami akibat negatif baik secara fisik atau psikis dari penelitian, sampai kembali sehat seperti keadaan semuula sebelum penelitian, penelitian yang melibatkan binatang harus memperhatikan akibat negatif yang mungkin dialami binatang.

validitas penelitian

validitas internal. Berhubungan dengan efek yang ditimbulkan oleh perlakuan, menunjukkan sejauh mana perubahan yang diamati dalam suatu eksperimen benar terjadi karena variabel x.. Efek perlakuan dikatakan valid jika secara meyakinkan timbul atau terjadi hanya dikarenakan variabel perlakuan yang diberikan oleh eksperimeter. gangguan validitas : sejarah, kematangan subjek, pengujian, instrumentasi, regeresi statistik, bias dalam seleksi , dropout.

Validitas eksternal. Berhubungan dengan tingakat generalisasi, penerapan, aplikasi hasil eksp pada suatu populasi, menunjukan sejauh mana hasil suatu penelitian eksperimen dapat digenaralisasikan pada populasi. Suatu hasil penelitian eksperimen dikatakan valid bila hasil penelitian mempunyai generalisasi yang luas pada populasi dan dapat diaplikasikan dalam kejadian di masyarakat.
Macamnya validitas eksternal : validitas populasi, ekologi.
Faktor yang mengganggu validitas eksternal : interaksi seleksi dengan perlakuan.Interaksi kondisi dengan perlakuan. Interaksi history dengan perlakuan

Laporan penelitian

1. Judul

2. latar belakang maslah

3. tujuan penelitian

4. manfaat penelitian

5. kerangka berfikir

6. hipotesis

7. variable penelitian

8 definisi operasional

9. subjek penelitian

10. alat ukur

11. perlakuan / maniplasi

12. rancangan atau design eksp

13. hasil penelitian

14. analisis data

15. pembahasan

16. kesimpulandan saran
. Read More..

Kode Etik Psikologi


MUKADIMAH

Berdasarkan kesadaran diri atas nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog menghormati harkat dan martabat manusia serta menjunjung tinggi terpeliharanya hak-hak asasi manusia. Dalam kegiatannya, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog Indonesia mengabdikan dirinya untuk meningkatkan pengetahuan tentang perilaku manusia dalam bentuk pemahaman bagi dirinya dan pihak lain serta memanfaatkan pengetahuan dan kemampuan tersebut bagi kesejahteraan manusia.

Kesadaran diri tersebut merupakan dasar bagi Ilmuwan Psikologi dan Psikolog Indonesia untuk selalu berupaya melindungi kesejahteraan mereka yang meminta jasa/praktik beserta semua pihak yang terkait dalam jasa/praktik tersebut atau pihak yang menjadi obyek studinya. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki hanya digunakan untuk tujuan yang taat asas berdasarkan nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945 serta nilai-nilai kemanusiaan pada umumnya dan mencegah penyalahgunaannya oleh pihak lain.

Tuntutan kebebasan menyelidiki dan berkomunikasi dalam melaksanakan kegiatannya di bidang penelitian, pengajaran, pelatihan, jasa/praktik konsultasi dan publikasi dipahami oleh Ilmuwan Psikologi dan Psikolog dengan penuh tanggung jawab. Kompetensi dan obyektivitas dalam menerapkan kemampuan profesional terikat dan sangat memperhatikan pemakai jasa, rekan sejawat, dan masyarakat pada umumnya.

Pokok-pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam KODE ETIK PSIKOLOGI INDONESIA sebagai perangkat nilai-nilai untuk ditaati dan dijalankan dengan sebaik-baiknya dalam melaksanakan kegiatan selaku Ilmuwan Psikologi dan Psikolog di Indonesia.

BAB I

PEDOMAN UMUM

Pasal 1

PENGERTIAN

a) ILMUWAN PSIKOLOGI adalah para lulusan perguruan tinggi dan universitas di dalam maupun di luar negeri, yaitu mereka yang telah mengikuti pendidikan dengan kurikulum nasional (SK Mendikbud No. 18/D/O/1993) untuk pendidikan program akademik (Sarjana Psikologi); lulusan pendidikan tinggi strata 2 (S2) dan strata 3 (S3) dalam bidang psikologi, yang pendidikan strata (S1) diperoleh bukan dari fakultas psikologi. Ilmuwan Psikologi yang tergolong kriteria tersebut dinyatakan DAPAT MEMBERIKAN JASA PSIKOLOGI TETAPI TIDAK BERHAK DAN TIDAK BERWENANG UNTUK MELAKUKAN PRAKTIK PSIKOLOGI DI INDONESIA.

b) PSIKOLOG adalah Sarjana Psikologi yang telah mengikuti pendidikan tinggi psikologi strata 1 (S1) dengan kurikulum lama (Sistem Paket Murni) Perguruan Tinggi Negeri (PTN); atau Sistem Kredit Semester (SKS) PTN; atau Kurikulum Nasional (SK Mendikbud No. 18/D/O/1993) yang meliputi pendidikan program akademik (Sarjana Psikologi) dan program pendidikan profesi (Psikolog); atau kurikulum lama Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang sudah mengikuti ujian negara sarjana psikologi; atau pendidikan tinggi psikologi di luar negeri yang sudah mendapat akreditasi dan disetarakan dengan psikolog Indonesia oleh Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas RI). Sarjana Psikologi dengan kriteria tersebut dinyatakan BERHAK DAN BERWENANG untuk melakukan PRAKTIK PSIKOLOGI di wilayah hukum Negara Republik Indonesia. Sarjana Psikologi menurut kriteria ini juga dikenal dan disebut sebagai PSIKOLOG. Untuk melakukan praktik psikologi maka Sarjana Psikologi yang tergolong kriteria ini DIWAJIBKAN MEMILIKI IZIN PRAKTIK PSIKOLOGI sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

c) JASA PSIKOLOGI adalah jasa kepada perorangan atau kelompok/ organisasi/institusi yang diberikan oleh ilmuwan psikologi Indonesia sesuai kompetensi dan kewenangan keilmuan psikologi di bidang pengajaran, pendidikan, pelatihan, penelitian, penyuluhan masyarakat.

d) PRAKTIK PSIKOLOGI adalah kegiatan yang dilakukan oleh psikolog dalam memberikan jasa dan praktik kepada masyarakat dalam pemecahan masalah psikologis yang bersifat individual maupun kelompok dengan menerapkan prinsip psikodiagnostik. Termasuk dalam pengertian praktik psikologi tersebut adalah terapan prinsip psikologi yang berkaitan dengan melakukan kegiatan DIAGNOSIS, PROGNOSIS, KONSELING, dan PSIKOTERAPI.

e) PEMAKAI JASA PSIKOLOGI adalah perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi/institusi yang menerima dan meminta jasa/praktik psikologi. Pemakai Jasa juga dikenal dengan sebutan KLIEN.

Pasal 2

TANGGUNG JAWAB

Dalam melaksanakan kegiatannya, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog mengutamakan kompetensi, obyektivitas, kejujuran, menjunjung tinggi integritas dan norma-norma keahlian serta menyadari konsekuensi tindakannya.

Pasal 3

BATAS KEILMUAN

Ilmuwan Psikologi dan Psikolog menyadari sepenuhnya batas-batas ilmu psikologi dan keterbatasan keilmuannya.

Pasal 4

PERILAKU DAN CITRA PROFESI Read the rest of this entry »
Mungkin yang anda maksud ini :

kode etik psikologi
pelanggaran kode etik psikologi
kode etik psikologi 2010
kompetensi psikologi klinis
kode etik psikologi klinis
pelanggaran kode etik psikologi di indonesia
kasus kode etik psikologi
kasus kode etik psikologi di indonesia
Bentuk-bentuk pelanggaran kode etik dalam penelitian psikologi
penyimpangan kode etik psikologi
kasus pelanggaran kode etik psikologi
contoh kasus pelanggaran kode etik psikologi pasal 18
pelanggaran dalam psikologi klinis
kode etik psikologi indonesia 2010
contoh pelanggaran kode etik psikologi
kode etik psikologi pendidikan pelatihan
kasus pelanggaran kode etik psikologi bab 1 dan bab 2
kasus psikologi terkini di indonesia
pelanggaran kode etik psikologi klinis
Pelanggaran Kode Etik Psikologi Dalam Penelitian | Kuliah Dek
contoh kasus pelanggaran bab IV pasal 17 dalam kode etik psikoogi
KASUS PASAL 19 KODE ETIK PSIKOLOGI
kode etik di bidang psikologi klinis
kode etik psikologi dibidang industri
kesalahan kode etik dalam penelitian psikologi
kode etik psikologi makna dari pasal 3 majelis psikologi indonesia
kode etik psikologi mengatasi isu etika
kode etik dalam psikologi klinis
kode etik psikologi pasal 15
pelanggaran kode etik psikologi pasal 8
pelanggaran kode etik psikologi pada bidang pendidikan
psikolog melanggar kode etik
pelanggaran kode etik psikologi bidang pendidikan di indonesia
kodeetik psikologi pasal 12a
pelanggaran kode etik di bidang kesehatan
pelanggaran kode etik dalam psikoogi klinis
pelanggaran kode etik dalam penelitian
materi kode etik psikologi
masalah hak penggunaan alat tes psikologi untuk masyarakat
pelanggaran kode etik dalam psikologi
. Read More..

STATISTIKA


Statistik dibagi menjadi 2 macam :

Parametrik : untuk banyak subjek
Non parametric : untuk sedikit subjek

Statistik sebagai alat untuk menghitung, menganalisis data, mengubah data.

Beberapa teori tentang kuantitas subjek

Batas banyak dan sedikit adalah 12 orang
Batas banyak sedikit adalah 30 orang ( umum )
Batasnya 100 orang

Parametrik

Kurva normal, banyak dan sedikit jumlah sama.

Non parametric

Kurva tidak normal, tergantung kuantitas subjek

Populasi dan sample

Populasi : kumpulan subjek dalam 1 tempat ( bagian keseluruhan )

Sample : bagian dari populasi syarat -> populasi harus homogeny

Konsep sample dan populasi

Homogen : sample diambil sebagian kecil

Heterogen : sample tidak dapat diambil

S. Deskriptif : Statistik yang mengambil dari populasi

S. inferensial : dengan menghitung sample yang mewaikili populasi ( kesimpulan pada popuilasi )

Data
1. Ordinal
2. Nominal
3. Rasio
4. Interval

Data sederhana : diskip dan kontinyu

Diskrip : data dengan 2 pilihan / pasti , tidak bias dipecah pecah

Continue : data yang menggunakan penyerdehanaan ( contoh : umur, BB , dll )
Contoh : 1. Jumlaah IQ 110 /120/100 deskrip, 2. Jenis iq superior average continue

Teknik sampling

Teknik mengambil sample

Pendekatan random
Semua subjek punya peluang / hak yang sama jika memakai pendekatan ini harus memiliki kerangka subjek
Stratifikasi : bertingkat, sebagai cara untuk melihat suatu subjek tersebut homogen atau tidak
Proporsional : mengambil subjek dari segala stratifikasi , namun secara proporsional
Quota : mengambil berapa pun jumlah sample tanpa memperdulikan populasi, jumlah yang bias diterima dengan angka
Area : suatu tempat yang memiliki situasi berbeda
Cluster : penunjukan populasi yang relative kecil dan ada kesamaan
Pendekatan Non random
Semua subjek punya peluang yang tidak sama
Purposive : teknik yang memiliki tujuan dan spesifik
Insidental : tidak berpatokan pada apapun ( asal asalan )
Paling utama memakaii pendekatan random, kalau tidak nilai kesimpulan akan lebih rendah

Statistik inferensial :
Mengapa hipotesis. Hipotesis dibagi menjadi dua :
1. Ho ( null ) : menggambarkan bahwa tidak ada keywords, hipotesis tidak ada
2. Ha ( alternative ) : menggambarkan bahwa ada perbedaan dan ada hipotesis
Keywords : perbedaan, pengaruh, hubungan

Uji hubungan
Variabel x : bebas => secara tidak langsung adalah â€Å“penyebab”
Y => tergantung => secara tidak langsung adalah akibat

Locus control internal : cara individu melihat dirinya sendiri
Locus control eksternal : cara individu melihat dari luar dirinya Read the rest of this entry »
Mungkin yang anda maksud ini :

statistika psikologi
statistik psikologi
contoh populasi dan sampel statistika
contoh sampel statistika
Cara menghitung korelasi person
statisik psikologi
apa pengertian statistik dan sample
psikologi statistik
statiska psikologi
statistik inferensial random dan non random
Rumus T-tes
rumus statistik non parametric
rumus sample populasi
statistik contoh populasi dan sampel
rumus korelasi person
perbedaan statistik deskriptif dan statistik inferensial
contoh hipotesis statistik
contoh makalah stratifikasi
contoh sampling statistik dan non statistik
contoh sempel statistik
contoh-contoh data populasi dan sampel
hipotesis deskriptif statistik psikologi
hipotesis statistika
pengertian statistik parametric
statistika untuk psikologi
. Read More..

BUKU TAMU

silahkan tulis pesan atau komentar anda pada form yg telah saya sediakan di bawah ini.... . Read More..

Mengenal Daniel Goleman


Daniel Goleman adalah seorang tokoh psikolog kontemporer yang namanya melejit lewat karya monumentalnya “Emotional Intelligence”. Daniel Goleman dilahirkan di Stockton California dan saat ini tinggal di Berkshires Massachusetts bersama istrinya, Tara Bennet, serta kedua anaknya Fay Goleman dan Irving Goleman.
Latar Belakang Pendidikan Daniel Goleman

Daniel Goleman menyelesaikan pendidikan strata satunya (graduate education) di Harvard University dan mendapat beasiswa dengan predikat Magna Cumlaude.
Adapun strata dua (MA) dan strata tiga (Ph.D) dalam bidang Psikologi Klinik dan Perkembangan Pribadi (Clinical Psychology dan Personality Development) diraih di Universitas Harvard, dan saat ini Daniel Goleman menjadi dosen di almamaternya.

Selama dua belas tahun Daniel Goleman mempelajari tentang ilmu otak dan perilaku manusia. Hal ini dapat dilihat dari tulisan- tulisannya pada surat kabar The New York Times dan artikel-artikelnya yang dimuat di seluruh dunia.

Berkat tulisan-tulisan Daniel Goleman yang dimuat di surat kabar bergengsi dunia serta usahanya yang ulet menghantarkannya banyak menerima penghargaan jurnalistik, termasuk dua nominasi bagi the pulizer prize atas tulisannya di surat kabar tersebut dan career achievement award (penghargaan prestasi kerja) pada jurnalisme dari American Psycological Association (Asosiasi Psikologi Amerika).

Untuk menghargai usahanya dalam mengkomunikasikan ilmu-ilmu ke publik, Daniel Goleman dipilih sebagai anggota pada The American Association to the Advancement of Science (Asosiasi Amerika pada Peningkatan Ilmu atau Sains).
Kegigihan berkarier dalam bidang keilmuan menjadikan Daniel Goleman sebagai penasehat internasional dan menjadi dosen di berbagai pertemuan-pertemuan bisnis dunia dan kelompok-kelompok profesional di kampus-kampus ilmiah (perguruan tinggi).

Daniel Goleman juga menjadi pendiri Emotional Intelligence Services (pelayanan intelligensi emosional) serta pendiri Collaborative for Social and Emotional Learning (Kolaborasi Pelajaran Sosial dan Emosional) pada The Yale University Child and Studies Center sekarang menjadi The University Ilionis di Chicago yang bertujuan untuk memperkenalkan pelajaran-pelajaran literasi emosional di sekolah-sekolah dan salah satu tanda keberhasilan usahanya yaitu adanya ribuan sekolah di seluruh dunia mengimplementasikan program ini.

Pemikiran Daniel Goleman sebelumnya banyak dipengaruhi oleh David C Mc. Clelland (almarhum), beliau seorang profesor di Harvard University. Daniel Goleman sendiri mengakui dalam karyanya bahwa sebagian besar bukti yang menjadi dasar kesimpulan penelitiannya adalah dari penelitian beliau.

Daniel Goleman mengakui bahwa pandangan visioner profesornya tentang sikap dasar kecakapan dan upayanya yang gigih untuk mencari kebenaran telah lama menjadi inspirasi bagi dirinya. Daniel Goleman juga banyak dipengaruhi oleh pemikiran riset Yoseph Ledoux, seorang ahli saraf di Center for Neural Science di New York University.

Hal tersebut terbukti dengan banyaknya pemikiran beliau dijadikan rujukan dan wawancara yang sedang dilakukan oleh Daniel Goleman. Daniel juga banyak bekerja sama dengan istrinya tercinta yang seorang psikoterapi dalam perjalanan intelektualnya.
Hasil Karya Daniel Goleman
a. Emotional Intelligence
b. Working With Emotional Intelligence
c. Vital Lies
d. Simple Truth The Medicative Mind
e. The Creative Spirit (penulis pendamping)
f. Primal Leadership
g. The Emotionally Intelligent Work Place
Di antara karya intelektualnya yaitu Emotional Intelligence dan Working With Emotional Intelligence merupakan karya monumental Dainel Goleman. Kedua buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Buku Daniel Goleman beredar dan tersebar luas di berbagai negara baik di negara barat maupun negara timur. Dan buku sensasionalnya yang berjudul Emotional Intelligence yang diterbitkan pada tahun 1995 merupakan salah satu buku “best seller” dan sudah diterjemahkan ke dalam tiga puluh bahasa, di Eropa, Asia, dan di Amerika terkopi lebih dari lima ribu kopian.


Goleman mengelompokkan emosi marah ke dalam 11 kelompok seperti yang terlihat berikut ini.
1.    Brutal
Brutal adalah dengan mengeluarkan kalimat marah terhadap lawan tutur yang ditandai dengan menyebut nama-nama binatang kepada lawan tutur.
(1)   Dasar monyet, tidak mau mengalah, selalu ingin menang sendiri....! (Goleman, 1995:62).
2.    Mengamuk
Mengamuk adalah kalimat dengan secara langsung menyerang lawan bicara tanpa memikirkan situasi, ditandai dengan ancaman-ancaman yang dilontarkan oleh penutur kepada lawan tutur.
(2)   Pergi, saya lempar kepalamu nanti...!(Goleman, 1995:62)
3.    Benci
Benci adalah perasaan sangat tidak suka kepeda orang yang dituju, ditandai dengan kalimat mencemooh lawan tutur.
(3)    Iiiiiichhh.......memalukan. kau belum tau siapa saya ..! (Goleman,1995:62).
4.    Marah besar
Marah besar adalah  perasaan tidak senang yang sangat memuncak yang diakibatkan karena panutur merasa terhina, ditandai dengan kalimat yang membawa-bawa orang tua dalam tuturan.
(4)   Emangnya punya Bapakmu, dasar anak kurang ajar kau...! (Goleman,1995:62).
5.    Jengkel
Jengkel adalah perasaan mendongkol karena lawan tutur tidak mengindahkan ucapan  penutur, ditandai dengan kalimat perintah dan larangan.
(5)   Lepaskan tangan saya, sakiiit....!(Goleman, 1995:62).
6.    Kesal hati
Kesal hati adalah perasaan kecewa dan jemu dengan sesuatu yang telah menyakitkan hati yang ditandai dengan kalimat pasrah.
(6)   Terserah mau bicara apa, tapi inilah saya. Saya tetap pada prinsip saya! (Goleman, 1995:63).
7.    Rasa pahit
Rasa pahit adalah suatu rasa yang membuat hati luka dan iba bercampur amarah yang ditandai dengan kalimat merendah.
(7)   Saya memang orang awam yang tidak tahu apa-apa, tetapi saya masih punya harga diri, tidak seperti kamu..!(Goleman, 1995:63).
8.    Berang
Berang adalah perasaan tidak terima dengan keadaan yang dihadapi. ditandai dengan kalimat yang menyatakan  ketidakpercayan penutur terhadap hal tersebut.
(8)   Tidak mungkin, pasti saya juaranya, karena saya anak yang paling hebat di lokal, tidak ada yang bisa menandingi kehebatan saya...!(Goleman 1995:63).
9.    Tersinggung 
Tersinggung adalah perasaan yang membuat hati gundah, tidak tenang  yang terjadi karena penutur menganggap lawan tutur sudah menyindir dan mengungkit-ungkit kehidupan pribadinya, ditandai dengan kalimat menyebut kekurangan lawan tutur yang dimaksud.
(9)   Dasar tolol, kerjanya cuma tukang sapu, gayanya seperti anak pejabat...!(Goleman, 1995:63).
10.     Bermusuhan
Bermusuhan adalah perasaan saling belawanan terhadap lawan tutur, kemudian kalimat yang dituturkan selalu membantah lawan tutur yang ditandai dengan kalimat menantang lawan tutur tersebut.
(10) Kamu mau dimana? saya tunggu nanti siang di kampus. ok...! (Goleman, 1995:63).

11.     Kebencian Patalogis
Kebencian patalogis adalah berkeinginan keras untuk membalas dendam, ditandai dengan kalimat  ingin membalas kelakuan lawan tutur dulu terhadap penutur.
(11) Liat saja, dia pasti merasakan apa yang saya rasain dulu..! (Goleman, 1995:63).
Berdasarkan jenis tersebut, maka akan diketahui makna secara umum yang terdapat dalam kalimat yang digunakan. Jadi untuk menentukan makna, terlebih dahulu pahami jenis kalimat yang digunakan, karena makna akan mengikuti jenis kalimat yang digunakan.

Read More..